___NyanYiaN PeRjaLanaN___
Sunday, March 23, 2008
Ke timur

Perjalanan kami terhenti paksa. Mobil yang kami tumpangi pecah ban. Berharap menunggu bantuan dari kendaraan yang kan lewat hanya buang waktu saja. Jalan tanah berbatu dan berbukit menuju tempat yang kami tuju tak banyak dilayani angkutan umum. Tersisa pilihan, sopir kembali ke kota kabupaten yang baru saja kami tinggali. Satu kilometer berjalan kaki. Mungkin tidak akan memakan waktu lama jika jalanan yang kan ia lalui tidak berbukit curam. Tinggallah kami menunggu, menahan terik. (stigma semakin ke timur semakin terik seperti benar adanya). Untungnya, tak jauh dari tempat mobil kami pecah ban terdapat dua rumah. Keramahan tuan rumah menyambut. Kursi dikeluarkan ke teras, tempat kami memilih melemaskan otot-otot kaki. Tak cukup, kursi dari rumah satunya lagi di tawarkan ke kami.
Menjadi pendengar perbincangan teman-teman saya dengan ibu pemilik rumah -suaminya sedang bekerja sebagai pemecah batu karang-, mata mengamati struktur rumah tempat kami berteduh. Tak berapa besar, hanya sebuah kotak kecil dengan sekat yang membagi tiga ruang. Satu ruangan yang lebih lapang -sepertinya ruang utama, hanya terisi satu bale bambu dan kursi-kursi plastik yang kini kami duduki- dan dua ruang berdampingan di sisi samping. Sepertinya kamar. Melalui jendela kayu yang terbuka lebar, dengan mudah saya mengamati hingga ke dalam. Lantainya masih tanah yang dikeraskan, tinggi sedikit dari halaman luar. Dinding tersusun dari lembar-lembar kayu yang tidak tersusun rapat. Angin dapat berhembus masuk dari celah-celah sebesar lubang intip. Daun rumbia dijadikan atap. Miris melihatnya.

Belum lama kami berbincang, beberapa bocah berlari kecil menuju rumah. Rupanya mereka anak si ibu, dan taulah kami mereka baru saja mandi pagi di sungai kecil yang letaknya tak jauh dari rumah mereka. Sedikit menurun ke bawah, terang si ibu menunjuk sungai yang dimaksud. Tak yakin kami, karena sungai yang dimaksud tidak terlihat oleh kami. Versi dekat si ibu pasti berbeda dekat menurut kami, ujar salah seorang teman saya. Pasti jauh, buktinya jika sungai yang dimaksud dekat, pasti rambut bocah-bocah itu masih tersisa basah. Nyatanya, rambut mereka kering. Canda teman.

Saya masih setia mejadi pendengar. Kali ini tentang tidak sekolahnya anak-anak. Beban biaya, alasan yang masuk akal. Mereka terbelit kemiskinan, batin saya -rumah berlantai tanah, penghasilan yang mungkin tidak seberapa dengan anak-anak yang tak dapat sekolah, sama dengan kriteria kemiskinan yang sering terdengar-.
Kelu.

Entahlah. Sepertinya, kian bergerak ke timur, tidak hanya semakin terik. Tapi ketimpangan kesejahteraan makin jauh. Dan juga, kemajuan pembangunan tidak berpihak pada mereka. Bagaimana jalan yang kami lalui hanya sebagian kecil yang beraspal. Sisanya hanya urukan tanah dan bebatu sebagai pengeras, dan cerita sedih tentang daerah-daerah yang harus terisolir kala penghujan tiba memutus jalur.
Semoga saja pikiran yang terbentuk dalam kepala saya salah.
Ngilu.

Saya masih saja menjadi pendengar. Kamera dalam genggaman membidik wajah-wajah anak si ibu. Sesekali membingkai tatap kosong mereka.
Galau.

Pebincangan terhenti sesaat dengan kembalinya sopir dengan tumpangan ojek. Beberapa menit yang tersisa sebelum pamit dan berucap terima kasih ke ibu, seorang teman kembali mengeluarkan candaan.
"Ah, ibu. Pantas anak banyak, tidak ada listrik. Malam tidur hanya pakai sarung..."
Belum ada jaringan listrik. Sebuah keterbelakangan dari pembangunan? Entahlah. Setidaknya waktu-waktu mereka terhindar dari tontonan sinetron kita yang memajang rumah-rumah indah bak puri dengan lantai kilap mamer. Ironis.














sepotong catatan kecil, weda-wairoro; halmahera satu waktu

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 11:56 AM  
|
 
IntRo
selalu periksa keadaan batinmu
menggunakan Sang Raja dari hatimu
tembaga tidak pernah mengetahui dirinya tembaga
sebelum berubah menjadi emas
Matsnawi, Jallaluddin Rumi

DiRi
adhi/M/'79
-makassar-
menulis dan membingkai
pemimpi yang ingin mengenal tanah airnya lebih jauh
BaRugA MaKaSsaR

antarnisti
aes el barca
apiss
ardin
asri tadda
asrulsyam
batangase
blueveil
cikal61
Dg. Nuntung
dj di melbourne
essoweni
ichal
ichal di nangroe aceh darussalam
Ifool
imran
Irha
KotakJimpe
LelakiSenja
leo
mamie
nani
ntan
nyomnyom
Ocha
PasarCidu
Prof Mus
psycho-poet
pecandu buku
PuteE
RaRa
sukab
TalluRoda
TerbangBebas
Tri-Multiply
uchie


JenDeLa SapA

JenDeLa SaHabaT
i suppoRt
CataTaN SiLaM
KoTaK SiLaM
SeNanduNg
KeluArgA MayA
banner angingmammiri
BlogFam Community
BeruCaP TeRimaKasiH

Allah Maha Kuasa, pemberi hidup.
Ichal yang pertama kali memperkenalkanku pada dunia blog dan juga support plus kompienya yang siap diacak-acak,
BloggerCom buat layanan jasa gratisnya,
Isnaini.Com, buat script leotnya,
photobucket buat tempat menyimpan gambar dan foto,
dan juga karibku hitam abu - aswad - loboh yang senantiasa bersedia menjadi mata visual keduaku.

Affiliates
15n41n1