Thursday, October 14, 2004 |
Diskusi buku blogger family |
18 oktober 2004 pukul 20.30
auditorium UIN yogyakarta
blogger family dan teater eska
bakal mengadakan bedah buku kesenian (7 buku),
menghadirkan langsung para pengarangngnya
di antaranya:
zachree (cinta di bilik pesantren)
darmo (kajian musik iwan fals)
otto sukatno cr
hamdi salad
wahyudin
info tersebut diperoleh dari MakNyak, buat jelasnya ayo buruan hubungin MakNyak gegeg...
pengen ikutan, tapi di jogja... jauh pisan sih Nyak? ya.. cuman sempet ngeliat bukunya saja waktu MakNyak ke makassar, mbok ya saya dipaketin gitu lho Nyak!!hehe...
Buat sodara-sodara sekalian, kakek, nenek, engkong, aki, bapak, ibu, babeh, nyak, mpok, teteh, aa', mbakyu, kangmas, akang, abang, pakde, bulik, puang, daeng, sarebattangku ngaseng :
Tersilap kata, tersalah bahasa, tersinggung perasaan.
Satu harapan mohon dimaafkan.
Berputih hati jelang ramadhan.
Marhaban Ya ramadhan.
Semoga diberi kekuatan untuk menikmati Ramadhan yang penuh barokah, Rahmah dan Maghfirah.
dan dikembalikan fitrah selepas ramadhan.
(nyomot dari sms yang masuk ke inbox)
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 9:32 AM |
|
|
|
Friday, October 08, 2004 |
Diktat kuliah dan novel |
Keduanya tersusun dari barisan aksara, membentuk susunan kata-kata, dalam rangkaian kalimat. Mengisi baris perbaris, lembar-lembar halaman kertas.
Yang satu, saya butuh beberapa hari untuk meyelesaikannya. Dan yang satunya lagi, hanya dalam hitungan jam saya mampu menyudahinya, hingga lembar terakhir.
Apa yang membedakannya? Apa karena yang satu memiliki tokoh, konflik, klimaks dan anti klimaks yang terjalin menarik, membawa emosi penikmatnya, sehingga enggan untuk memutus barisan aksara di tengah jalan? Apa karena yang satunya lagi hanya terdiri dari sekumpulan teori-teori yang dipaksa menjejal dalam bingkai memori, tanpa jalinan pertikaian sang antagonis dan protagonis? mengalir begitu datar. Dan ketika tersadar, teori-teori itu jauh berbeda dengan yang ada di luar sana?
Saya membutuhkan beberapa hari untuk menyudahi lembaran-lembaran diktat kuliah. Dan untuk menceritakannya kembali, hanya beberapa persen saja yang dapat saya lakukan. Jauh berbeda dengan novel atau kumpulan cerpen itu. Saya dapat menceritakannya kembali dengan baik, lembar perlembar dari awal hingga akhir.
Diktat kuliah, sudah beberapa pekan ia berada di antara tumpukan majalah digital bekas yang saya peroleh di penjual buku loak dadakan. Betapa berat tangan ini membalik lembarannya, menatap deretan kata-kata, berucap dalam batin, menyusunnya dalam bingkai memori.
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 8:54 AM |
|
|
|
Monday, October 04, 2004 |
Kutukan batu tawas |
Kukutuk kau menjadi batu tawas, sepanjang hidup dan matimu berada dalam jepitan ketiak, rela hancur demi keharuman.
Kaos oblong, sendal jepit. Mengingat kondisi tanahnya yang sudah pasti becek, memang lebih baik jika menggunakan celana puntung. Tapi demi kenyamanan di dalam angkot, lebih baik memilih menggunakan celana panjang (walau di akhir pekan, jalanan di kota ini cukup lengang, dan penumpang angkot tidak begitu padat, masih rada-rada malu buat mamerin bulu kaki, takut ada yang iseng nyabutin).
Pasar pinggiran kota di utara makassar, menjadi tujuan saya di akhir pekan. Tujuan awal, mencari si 'terkutuk', akhirnya melenceng sedikit. Menyenangkan, menyaksikan tumpukan sayuran, tomat, cabe merah yang di gelar di atas lapak. Perpaduan warna yang begitu sempurna. Dan untuk itu, saya rela berlama-lama dan bolak-balik ngiderin pasar.
Pun dengan lokasi para pedagang ikan. Walau pijakan kaki becek, tapi tanpa terasa menyita waktu, semakin menjauhkan saya dari tujuan awal ke tempat ini.
Akhirnya si 'terkutuk' saya temukan. Di barisan lods-lods sembako, yang temaram dengan pencahayaan lampu pijar, walau di siang hari pun, di dalam sebuah kotak persegi berbahan karton. Menyempil tersembunyi bongkahan-bongkahan kecil persegi tak beraturan. Berwarna putih kristal. Ah, bagaimana jika kutukan yang biasa menjadi candaan sahabat-sahabat saya itu menjadi nyata?
NOTE:
Cukup lama saya mencari jawaban atas pertanyaan ini. Pertanyaan yang saya ciptakan sendiri. Apa guna batu menhir yang selalu dipanggul obelix? toh ia tidak digunakan sebagai senjata ketika bersama asterix, obelix bertempur melawan pasukan romawi. Obelix cukup tangguh, dengan modal kecebur dalam ramuan ajaib panoramix. Tapi lihatlah, batu menhir yang dipanggulnya itu tidak lain si batu tawas. Bertelanjang dada, dan safari panjang, tentu menjadi alasan bagi obelix untuk terus memanggulnya. Mencegah bau badan kan?
Lagi error neh, mulai menghitung mundur buat ujian
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 8:57 AM |
|
|
|
|
|